TAPANULI TENGAH | Sinarlintasnews.com – Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) Kementrian Agama (Kemenag) Kota Sibolga menyambangi dan memberikan bantuan biaya pendidikan Dina Hayani (18) yang terkendala maslah biaya kuliah.
Sejumlah Guru Pendidikan Agama Islam Sibolga turut prihatin setelah mengetahui Dina Hayani yang sangat ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi namun terkendala dana.
Kahadiran para Guru Pendidikan Agama Islam disambut dengan air mata Dina Hayani yang terharu dengan kepedulian GPAI Sibolga yang datang langsung menyerahkan bantuan berupa uang kepada Dina Hayani.
“Kami sangat prihatin dengan Dina Hayani ini setelah mengetahuinya dari salah satu media, kami doakan agar keuletannya dalam memenuhi kebutuhan hidum dan menuntut ilmu, Dina ini menjadi inspirasi banyak orang, serta nantinya menjadi orang yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara,” ujar Syarju Siregar mewakili para GPAI lainnya.
Keprihatinan sejumlah GPAI Kemenag Sibolga setelah mengetahui kondisi dan keadaan Dina Hayani yang sangat memprihatinkan.
Sementara itu, Dina Hayani sangat terharu dengan kepedulian GPAI Kemenag Sibolga. Membuat dirinya kembali bersemangatnya untuk meraih impiannya agar kelak menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara.
“Terima kasih banyak bapak dan ibu yang sudah membantu biaya pendidikan saya. Saya sudah sempat putus harapan karena watu untuk penyelesaian administrasi tinggal satu hari lagi. Saya tidak tau harus bagaimana lagi berterima kasih. Semoga Allah lah yang akan membalaskannya kepada bapak dan ibu,” ujar Dina Hayani didampini ibunya sembari menamhis meneteskan air mata.
“Saya sangat ingin sekali melanjutkan pendidikan bapak dan ibu, saya ingin menjadi orang berguna, agar kelak saya bisa membantu kedua orang tua dan adik-adik saya,” sambung Dina Hayani.
Dina Hayani (18) anak sulung dari pak Sukarman dan ibunya Unaizah (41) warga Kelurahan Sibuluan Nauli, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Uatara.
Dina Hayani lulus SMA sudah mendaftar dan lulus di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang Sidimpuan jurusan Perbankan Syariah.
Namun harapan Dina Hayani serasa pupus dikarenakan faktor ekonomi, kedua orang tuanya tidak mampu membiayai keperluannya. Belum lagi ke tiga saudaranya yang juga butuh biaya sekolah.
Sementara Dina Hayani haya punya waktu hingga tanggal 14 Julin 2020 sekitar dua hari kedepan dan harus menyediakan uang untuk biaya ke Kampus sekitar Rp 2.500.000, jika tanggal tersebut Dina belum menyerahkan uangnya maka akan dinyatakan gugur.
Hal tersebut membuat Dina Hayani hanya mampu menangis. Sementara orang tua tidak mampu. Dengan waktu yang sudah sangat singkat, Dina Hayani hanya berdoa dan pasrahkan diri kepada Tuhan, kendati berharap ada orang ataupun pemerintah yang mau membantunya agar dapat melanjutkan pendidikan.
Kondisi kesehari-harian Dina Hayani memang sangat memprihatinkan. mereka hanya tinggal di gubuk reyot berdindingkan terbuat dari anyaman bambu dan penuh lubang berlantaikan tanah dan hanya memakai lampu cempor yang menjadi sumber penerangan satu-satunya, tanpa penerangan listrik, sungguh sangat tidak layak untuk dihuni.
Mirisnya lagi sudah tinggal di gubuk, sementara tanah masih menumpang ditanah orang di tengah kebun karet (Rambung) dan sawah tanpa ada tetangga dan kapan saja mereka bukan tidak mungkin akan di suruh pidah dari tanah yang mereka tumpang saat ini.
Dina Hayani bersama kedua orang tuanyandan ketiga orang saudaranya tinggal di Gubuk yang terbuat dari kayu berukuran 2×4 meter persegi itu tampak sudah ringkih dan doyong ke belakang akibat tiang penyangga yang sudah lapuk.
Didalam ruangan juga hanya terdapat kasur lepek tanpa perabotan dan barang berharga lainnya, sedangkan untuk memasak hanya menggunakan tungku yang bahan bakarnya dari kayu.
Tak jarang rumah mereka juga sering kebanjiran karena kondisi dekat persawahan terlebih di musim hujan, selain kebanjiran, air hujan juga masuk kedalam rumah karena atap bocor dan dinding yang masih terbuat dari anyaman bambu.
Cerukan di samping rumah menjadi satu-satunya sumber air untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus. Tapi, kalau sudah hujan airnya jadi keruh, namun karena tidak ada lagi, mau tak mau harus dipergunakan.
“Kalau hujan kami sangat susah tidur pak, atap rumah kami bocor, apa lagi kalau banjir, air masuk kedalam rumah kami,” ujar Unaizah Manik ibu Dina Hayani menangis sedih.
Unaizah sendiri kerja serabutan, sedangkan suaminya ikut orang melaut, terkadang suaminya pulang tidak membawa hasil apapun. Bahkan anaknya nomor dua yang baru saja tammat sekolah terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena biaya, mengingat anak gadisnya yang ingin kuliah, namun bingung karena ketiadaan ekonomi.(Jerry).