Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga

  • Whatsapp
Ket, foto : hasil penelitian kerja Oleh : Irwansyah Daulay (TPI), Sofie Amanda Simanjuntak (TPI), Sri Wahyuni Pasaribu (AKU), Sofyansyah Batubara (SEP), dan Sondangi Heraclitus Lumban Gaol (TPI).

Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga (Gambar 1) sangatlah lengkap, kaya, dan beragam. Baik berupa sumberdaya alam hayati (yang dapat terbarukan, berupa mahluk hidup) dan non hayati (yang tidak dapat terbarukan, bukan termasuk mahluk hidup) yang terbentang dari daerah perbatasan antara darat dan lautan hingga ke laut lepas (Gambar 2).

Gambar 1A. Kabupaten Tapanuli Tengah, dan B. Kota Sibolga.

Bacaan Lainnya

Oleh : Irwansyah Daulay (TPI), Sofie Amanda Simanjuntak (TPI), Sri Wahyuni
Pasaribu (AKU), Sofyansyah Batubara (SEP), dan Sondangi Heraclitus Lumban Gaol (TPI).

Adapun sumberdaya alam non hayati adalah ekosistem pesisir yang terdiri atas ekosistem hutan bakau (mangrove, Gambar 2a), padang lamun (seagrass, Gambar 2b), rumput laut (seaweed, Gambar 2c), terumbu karang (H, Gambar 2d), ikan karang (Gambar 2e), ikan pelagis kecil (Gambar 2f), ikan pelagis besar (Gambar 2g), ikan demersal (Gambar 2h), serta hewan-hewan avertebrata bernilai ekonomis tinggi (Gambar 2i).

Hutan mangrove (bakau) adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau (Irwanto, 2006).

Hutan bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nybakken, 1988). Mangrove disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau.

Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah payau pada tanah aluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada umumnya, formasi tanaman di dominasi oleh tanaman bakau.

Oleh karena itu, istilah bakau digunakan hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rhizophora. Sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala
tumbuhan yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Dengan demikian pada suatu kawasan hutan yang terdiri dari berbagai ragam tumubuhan atau hutan tersebut bukan hanya jenis bakau yang ada (Harahap, 2010).

Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut,
berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass Bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut ekosistem lamun (Seagrass Ecosystem) (Budi, 2020).

Habitat tempat hidup lamun adalah di perairan dangkal agar berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang. Karakteristik ekologis padang lamun antara lain adalah :

1) Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir,
2) Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di                  dataran terumbu karang,
3) Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan                       terlindung,
4) Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan,
5) Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan           tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif,
6) Mampu hidup di media air asin,
7) Mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik (Nybakken,           1988).

Rumput laut (Seaweed)merupakan salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Istilah “rumput laut” adalah rancu secara botani karena dipakai untuk 2 kelompok “tumbuhan” yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, istilah rumput laut dipakai untuk menyebut baik gulma laut dan lamun. Yang dimaksud sebagai gulma laut adalah anggota dari kelompok vegetasi yang dikenal sebagai alga (ganggang).

Sumber daya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Gulma laut alam biasanya dapat dihidup di atas substrat pasir dan karang mati. Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis gulma laut jika banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia.

Contoh jenis gulma laut yang banyak dibudidayakan di antaranya adalah Euchema cottonii dan Gracilaria spp. Perairan Indonesia berpotensi besar untuk budidaya rumput laut dengan teknik pengolahan yang mudah, penanganan yang sederhana dengan modal kecil sehingga di Indonesia berkembang industri pengolahan rumput laut.

Rumput laut atau yang biasa disebut dengan seaweed merupakan tanaman makroalga yang hidup di laut yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati dan pada umumnya hidup di dasar perairan. Rumput laut juga sering disebut sebagai alga atau ganggang pada daerah-daerah tertentu di Indonesia (Junaidi, 2004).

Menurut Afrianto dan Liviawati (1993) fungsi dari akar, batang dan daun yang tidak dimiliki oleh rumput laut tersebut digantikan dengan thallus. Karena tidak memiliki akar, batang dan daun seperti umumnya pada tanaman, maka rumput laut digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta). Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari holdfast yaitu bagian dasar dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada subtrat dan thallus yaitu bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai percabangan.

Rumput laut memperoleh atau menyerap makanannya melalui sel-sel yang terdapat pada thallusnya. Nutrisi terbawa oleh arus air yang menerpa rumput laut akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh dan berkembangbiak. Perkembangbiakan rumput laut melalui dua cara yaitu generatif dan vegetatif.

Ditinjau secara biologi, rumput laut merupakan kelompok tumbuhan yang berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk koloni. Di dalam rumput laut terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral, dan juga senyawa bioaktif.

Berbagai jenis rumput laut seperti Griffithsia sp, Ulva sp, Enteromorpha sp, Gracilariasp, Euchema sp dan Kappaphycus sp telah dikenal luas sebagai sumber makanan seperti salad rumput laut atau sumber potensi keragenan yang dibutuhkan untuk industri gel. Kemudian, Sargassum sp, Chlorela /Nannochloropsis sp yang telah dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat (Herawati, 1997).

Selain yang telah disebutkan di atas di dalam rumput laut juga terdapat mineral esensial (besi, iodin, alumunium, mangan, kalsium, nitrogen dapat larut, phospor, sulfur, chlor, silikon, rubidium, strontium, barium, titanium, kobalt, boron, tembaga, kalium, dan unsur-unsur lainnya yang dapat dilacak), protein, tepung, gula, dan vitamin A, B, C, D.

Persentase kandungan zat-zat tersebut bervariasi tergantung dari jenisnya. Pemanfaatan rumput laut yang
demikian besarnya disebabkan dalam rumput laut terkandung beragam zat kimia dan bahan organik lain seperti vitamin (Aslan, 1998).

Istilah terumbu karang (Coral Reef) tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat.

Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang. Terumbu terdiri dari endapan masif batu kapur (Limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska.

Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air. Sedangkan karang disebut juga karang batu (Stony Coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal
umumnya disebut polip.

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral). Berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton (Nybakken, 1988).

Ikan merupakan vertebrata tertua dan pertama dan termasuk kelompok Chordata (Anonimous, 1988 dalam Institut Pertanian Bogor, 1997). Ikan merupakan hewan bertulang belakang yang tumbuh dan hidup di dalam air, berdarah dingin, mempunyai insang dan menggunakan sirip untuk berenang. Dari 13.500 jenis ikan yang menghuni laut terdapat sekitar 4.000 jenis ikan yang menempati perairan di sekitar terumbu karang (Lieske and Myers, 1994
dalam Institut Pertanian Bogor, 1997).

Menurut definisi Food and Agriculture Organization (FAO), ikan tidak hanya terbatas pada pengertian ikan yang selama ini dipahami orang awam, yaitu ikan (finfish) yang bersirip dan bersisik serta dapat berenang dengan bebas di air. Definisi FAO mengenai ikan adalah organisme laut yag terdiri dari ikan (finfish), binatang berkulit keras (krustasea) seperti udang dan kepiting, moluska seperti cumi dan gurita, binatang air lainnya seperti penyu dan paus,
rumput laut, serta lamun laut. Definisi ini telah diadopsi sebagai definisi ikan dalam konteks perikanan di Indonesia (Nikijuluw, 2002 dalam Tiwow, 2003).

Ikan karang merupakan sekumpulan ikan yang berada di daerah tropis dan
kehidupannya berkaitan erat dengan terumbu karang (Sale, 1991 dalam Sadewo, 2006). Ikan-ikan tersebut memanfaatkan terumbu karang secara langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan hidupnya. Menurut Nybakken (1988), ikan karang merupakan organisme yang sering dijumpai di ekosistem terumbu karang. Keberadaan mereka telah menjadikan ekosistem
terumbu karang sebagai ekosistem paling banyak dihuni biota air (Nybakken, J.W. 1988).

Choat dan Bellwood peneliti terkemuka ikan karang menyebutkan bahwa interaksi yang kuat antara ikan karang dan terumbu karang sebagai habitat tidak hanya dijelaskan dari konteks fisik namun juga melalui perilaku makan ikan. Ikan harus makan untuk dapat bertahan hidup, dan apa yang dimakan oleh ikan karang merupakan informasi yang penting dalam mempelajari ekologi ikan yang hidup di terumbu karang.

Perilaku makan ikan karang akan memberi pengaruh terhadap keseluruhan ekosistem terumbu karang dan juga sebaliknya (Purwanti, D.R. 2004). Ikan karang dan berbagai biota lainnya bersama-sama menciptakan suatu keseimbangan dalam ekosistem terumbu karang. Menjamin keindahan di laut ini tetap terjaga untuk masa yang akan datang. Terutama dengan semakin meningkatnya ancaman terhadap kelestarian ekosistem ini (Purwanti, D.R. 2004).

Ikan ekonomis penting sebagian besar merupakan ikan pelagis. Ikan pelagis umumnya hidup di daerah neritik (kedalaman 0-200 meter) dan membentuk schooling (gerombolan). Ikan pelagis besar memiliki fungsi sebagai konsumen antara dalam rantai makanan (makan-dimakan) antara produsen dengan ikan besar. Ikan pelagis biasanya disebut sebagai ikan berminyak.

Hal ini karena ikan dalam kelompok pelagis mengandung minyak hingga 30 persen di jaringan tubuh dan dalam rongga perut mereka. Berdasarkan habitatnya, ikan pelagis terbagi atas ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Menurut Komini Nasional Kajiskalaut (1998), yang termassuk ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar diantaranya:

Tuna dan Cakalang (Mandidihang, Tuna Mata Besar, Albakora Tuna Sirip Biru, dan Cakalang), Marlin (Ikan Pedang, Setuhuk Biru, Setuhuk Hitam, Setuhuk Loreng, dan Ikan Layaran), Tongkol dan Tenggiri, serta Ikan Cucut (Cucut Mako). Ikan pelagis kecil biasanya berada di karang dan berpindah tempat. Ikan pelagis kecil ini bisanya dapat ditangkap dengan menggunakan jaring
insang, jaring lingkar, dan pukat cincin. Ikan pelagis besar dan kecil bayak ditemukan di dekat terumbu karang atau tubiran, dimana terdapat arus hangat dekat perairan pantai.

Ikan demersal hidup dan makan di dasar laut, seperti lumpur, pasir, dan bebatuan. Ikan demersal jarang muncul di terumbu karang. Mereka merupakan jenis ikan yang sebagian besar siklus hidupnya berada di dekat atau dasar perairan. Jenis ikan ini bisanya ditangkap dengan cantrang, trawl, trammel net, rawai dasar, dan jaring klitik.

Kelompok ikan demersal mempunyai ciri-ciri : bergerombol, tidak terlalu besar, aktifitas relatif rendah, dan gerak ruaya juga tidak terlalu jauh. Sehingga ciri-ciri yang dimiliki tersebut, kelompok ikan demersal cenderung relatif rendah daya tahannya terhadap tekanan penangkapan (Badrudin, 2006). Ikan demersal bisa dengan mudah ditemukan dari bagian pantai sampai dengan zona laut dalam.

Kata demersal sendiri berasal dari bahasa latin “demergere” yang berarti tenggelam. Berbeda dengan ikan pelagis, ikan demersal mengandung sedikit minyak atau 1-4% berat tubuhnya. Sehingga ikan demersal termasuk ikan daging putih.

Contoh-contoh ikan demersal antara lain kakap merah atau bambangan, peperek, manyung, kurisi, kuniran, bawal, ikan sebelah, dan
sebagainya. Ikan demersal bisanya hidup menyendiri. Berbagai jenis ikan demersal ditangkap secara komersial maupun sebagai target pemancingan. Ikan kerapu adalah salah satu contoh ikan demersal yang sangat dinikmati dan bernilai ekonomis tinggi.

Teripang merupakan hewan laut yang termasuk dalam kelas Holothuroidea dari bangsa Echinidermata. Hewan laut ini memang memiliki rupa yang tidak menarik, berlendir, kenyal dan sekilas mirip larva raksasa. Namun dibalik keburukannya, hewan avertebrata (tidak memiliki tulang belakang) ini memiliki potensi ekonomi yang tidak kalah tinggi dibandingkan komoditas hasil laut lainnya.

Ana Setyawati (2019) yang merupakan ilmuwan Pusat Penelitian
Oceanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010, angka ekspor teripang kering/digarami dari Indonesia ke Hongkong mencapai angka 744,893 (0,7 ton).

Sementara berdasarkan data yang berasal dari kkp.go.id harga teripang kering berukuran 30-40 cm mencapi 1,5-2 juta/kilogram dengan junlah rata-rata per kilo sekitar 30-40 ekor.

Kemudian menurut Ana (2019) yang merupakan Peneliti Bio Industri Laut Mataram LIPI, menyebutkan bahwa teripang pasir (Holothuria scabra) dibanderol dengan harga USD 15 hingga USD 1.500/kilogram.

Kemudian sumberdaya alam non hayati antara lain estuaria (muara sungai) yang merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan, pantai, pulau-pulau besar dan kecil, dan laut lepas. Estuaria adalah badan air setengah tertutup di wilayah pesisir dengan satu sungai atau lebah yang mengalir masuk ke dalamnya serta terhubung bebas dengan laut terbuka.

Kebanyakan muara sungai ke laut membentuk estuaria, yakni suatu mintakat (daerah) peralihan antara lingkungan sungai dengan lingkungan laut, dan dengan demikian, dipengaruhi baik oleh karakter sungai yang membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang dibawanya), maupun oleh karakter autan di sisi yang lain (misalnya pasang surur, pola gelombang, kadar garam, serta arus laut). Masuknya baik air tawar maupun air laut ke estuari merupakan faktor yang meningkatkan kesuburan perairan, dan menjadikan estuari sebagai salah satu habitat alami yang paling produktif di dunia.

Pengertian pulau berdasarkan UNCLOS(1982) adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu muncul/berada di atas permukaan laut pada saat pasang tertinggi memiliki dimensi ekonomi yang lebih kecil dari ekonomi kontinental.

Pengertian pulau sebagaimana yang diutarakan dalam UNCLOS (1982) memiliki kata kunci, yaitu (1) lahan daratan, (2) terbentuk secara alamiah, (3) dikelilingi air/lautan, (4) selalu di atas permukaan pada saat pasang, dan (5) memiliki kemampuan ekonomi untuk menghidupi penduduknya. Ukuran pulau tersebut bervariasi mulai dari pulau hanya beberapa meter persegi sampai jutaan kilometer persegi. Berdasarkan ukurannya, pulau dapat dibedakan menjadi pulau besar, pulai kecil, dan pulau sangat kecil (Bengen dan Retaubun, 2006).

Adapun batasan tentang pulau-pulau kecil terus mengalami perkembangan dan berubah-ubah. Kombinasi antara luas dan jumlah penduduk dari suatu pulau merupakan salah satu parameter yang banyak diusulkan dalam menentukan kategori pulau.

Pulau kecil pada awalnya dibatasi sebagai pulau yang luasnya kurang dari 10.000km2dengan jumlah penduduk 500.000 orang, batasan yang sama juga digunakan Hess (1990) dengan jumlah penduduk sama atau kurang dari 200.000 orang.

Alternatif batasan pulau kecil juga dikemukakan pada pertemuan CSC (1984) yang menetapkan luas pulau kecil maksimum 5.000 km2 ( Bengen dan Retraubun, 2006), Lilis (1993) menggunakan kriteria tambahan seperti area permukaan pulau, GNP (Gross National Product) dan ukuran populasi untuk menentukan sistem pulau di kawasan Pasifik menjadi pulau kecil, pulau sangat kecil, dan pulau mikro.

Batasan pulau-pulau kecil yang dianut Indonesia selama ini belum ada yang baku. Batasan pulau-pulau kecil yang baku baru ditetapkan dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Batasan pulau kecil yang dianut adalah pulau dengan luas lebih kecil sama dengan 2.000 km2 beserta dengan
kesatuan ekosistemnya.

Implikasi dari penentuan batasan pulau kecil ini bagi pengelolaan pulau-pulau berkelanjutan adalah dibatasinya peruntukan lahan dan perairan pulau-pulau kecil Indonesia diprioritaskan untuk tujuan konvervasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan
secara lestari, pertanian organik, dan/atau peternakan.

Beranekaragam dan melimpahnya sumberdaya hayati dan non-hayati yang dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, maka diperlukannya pengelolaan yang menyeluruh, optimal, lestari, serta berkelanjutan. Salah satunya adalah dengan melakukan pendataan, penelitian dengan pengambilan sampel (Gambar 3) dimana hasil akhirnya adalah
rekomendasi pengelolaan kepada pemerintah setempat.


Gambar 2. Potensi Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

A. Hutan Bakau (mangrove, contoh: Rhizophora sp),
B. Padang Lamun (seagrass, contoh: Enhalus acoroides),
C. Rumput Laut (seaweed, contoh: Euchema cottonii),
D. Terumbu Karang (coral reef),
E. Ikan Karang (contoh: Ikan Kakaktua : Scarus psittacus),
F. Ikan Pelagis Kecil (contoh: Ikan Mackerel : Trachurus trachurus),
G. Ikan Pelagis Besar (contoh: Ikan Tuna : Thunnus thunnus),
H. Ikan Demersal (contoh: Ikan Kerapu : Ephinephelussp), serta
I. Hewan-hewan avertebrata bernilai ekonomis tinggi (contoh: Teripang :         .     Holothuriodea

Gambar 3. Salah satu kegiatan mahasiswa/i STPK Matauli dalam meneliti salah satu sumberdaya perikanan dan kelautan yakni padang lamun di Pantai Pandaratan, Kota Sibolga.

Ket, foto : hasil penelitian kerja Oleh : Irwansyah Daulay (TPI), Sofie Amanda Simanjuntak (TPI), Sri Wahyuni Pasaribu (AKU), Sofyansyah Batubara (SEP), dan Sondangi Heraclitus Lumban Gaol (TPI).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *