Batangtoru | Warga Kelurahan Manompas, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) geram lahan mereka diserobot dan dirusak menggunakan excavator dari PT Samukti Karya Lestari (SKL). Lahan seluas kurang lebih 200 Ha yang sudah ditanami sawit.
Menurut keterangan Marlinda Wati Sianturi (39) warga setempat, lahan yang diserobot mencakup lahan Perkebunan sawityang telah mereka kelola sejak tahun 2016 silam. Wilayah tersebut awalnya bernama Desa Rianiate 1 sebelum berubah menjadi Kelurahan Manompas bagian dari Kecamatan Muara Batangtoru.
“Sebelumnya kami mengelola lahan dengan aman dan tenteram. Tidak pernah ada gangguan atau klaim dari pihak mana pun. Namun, akhir-akhir ada yang mengaku kalua lahan itu adalah lahannya dan kemudian lahan kami dirampas secara paksa,” jelas Marlina pada Rabu (28/5/2025).
Sementara itu, dari keterngan Yesreel Gunadi Hutagalung, SH selaku Penasehat Hukum warga menjelaskan, permasalahan penyerobotan tersebut berawal dari wal tahun 2025, Ada seseorang berinisial EDP yang mengaku menantu AMN mengkalim bahwa mertuanya memiliki lahan di wilayah eks Desa Huataraja, sementara dari tahun 90-an, nama daerah ini Desa Rianiate 1yang kemudian berubah menjadi Kelurahan Muara Manompas dan tidak berkaitan dengan Desa Hutaraja.
“Sebelumnya lahan ini adalah lahan tansmigrasi, ini masih hutan hutan, kemudian warga menebang dan membersihakan lahan ini untuk dikelolah, kemudian ditanami sawit sejak 2016, tapi setelah lahan ini dijadikan lahan produktif, muncu EDP yang mengaku tanah ini milik mereka yang dulunya dibeli mertuanya, tapi anehnya dalam surat yang mereka tunjukkan itu tidak ada sama sekali denah Lokasi atau peta, berbatasan dengan siapa maupun tapal batas, dan anehnya lagi dalam surat itu dikatakan berada di wilayah Desa Hutaraja,” Kata Gunadi.
Gunadi juga menjelaskan, saat ini Masyarakat Keluarahan Manompas sudah mengalami kerudian besar akibat perbuatan sepihak yang dilakukan oleh EDP dan PT SKL yang dengan seenaknya merusak dan menguasasi lahan Masyarakat ini secara paksa.
“Kami meminta agar alat-alat berat ini ditarik kembali, karena akibat perbuatan ini sudah sangat meresahkan dan merugikan masyarakat, lahan yang mereka kelolah dan sudah ditanami sawit dari 2016 lalu sudah rata semua dengan tanah. Ini bukan kerugian yang sedikit, sudah bertahun tahun mereka mengerjakan ini untuk keberlangsungan hidup, tapi dengan seenaknya dirampas oleh oknum yang tidak dapat memunjukkan bukti kepelikan secara sah,” katanya.
Guna menyelesaikan masalah tersebut, Gunadi juga menyatakan sebelumnya pihaknya telah menyampaikan agar permasalahan tersebut diselesaikan secara hukun bukan bermain hakim sendiri dengan merampas secara paksa. Sebab Indonesia adalah negara hukum, maka sebagai warga juga harus taat terhadap hukum yang berlaku, maka permasalahan lahan tersebut diselesaikan secara hukum.
“Dari awal juga sudah kita sampaikan, kalua ada orang yang mengklaim lahan ini adalah miliknya silahkan ditempuh jalur hukum, baik secara perdata maupun secara pidana, kami juga siap menghadapai itu, bukan dengan cara main rampas dan melakukan eksekusi langsung, ini sudah jelas menyalahi hukum,” ujar Gunadi.
Selain itu, Selaku Penasehat Hukum, Gunadi menyatakan permasalahn telah dilaporkan ke Polda Sumut pada bulan Mei 2025 lalu, tentang tindak pidana pengerusakan barang secara bersama-sama, dan Tengah dimintai keterangan korban dan juga saksi-saksi.
“dalam masalah ini, Kami juga meminta pihak kepolisian Polres Tapsel baik itu melalui Polsek Batangtoru untuk dapat memperhatikan persalahan ini. Karena kita khawatir bila ini terus berlanjut tidak tertutup kemungkinan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab sejauh ini Masyarakat masih sabar meski lahan mereka ini dirampas secara paksa serta terus mendapat tekanan dan intimidasi, ini yang kita kawatirkan, sampai kapan kesabaran Masyarakat ini akan terbendung,” harap Gunadi.
Warga lainnya jugamenegaskan, lahan tersebut tidak dalam sengketa, tidak tumpang tindih, dan belum pernah dijual kepada pihak mana pun, termasuk pihak perusahaan.
Warga juga menyebut adanya kekerasan dalam proses perampasan lahan. Beberapa hari sebelumnya, seorang warga bernama Alam juga kerap mengintimidasi warga. Bahkan warga nyaris menjadi korban excavator karena bertahan untuk mempertahankan lahannya agar tidak dirusak.
Masyarakat berharap pihak kepolisian serius menangani kasus ini, demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Kami meminta Polres Tapsel agar menindaklanjuti kasus ini secara serius dan transparan. Jangan sampai ada kesan pembiaran dari apparat. Kasus ini tidak hanya mencerminkan konflik lahan, tetapi juga mengindikasikan adanya tindakan premanisme yang diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang membackingi perusahaan,” terang warga.
Informasi yang dihimpun, lahan yang dikelolah warga tersebut merupakan lahan transmigrasi yang berlokasi di Desa Rianiate 1 sebelum berganti nama dibawah pemerintahan Parlindungan Sitanggang selaku kepala Desa Rianiate 1.
Hal tersebut dibuktikan dalam surat yang ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Rianiate 1 tentang surat pembentukan kepengurusan kelompok Transmigrasi Swakarsa Mandiri Desa (TSM) pada tahun 1997.
Sementara itu, dalam surat EDP memliki luas 100000 meter persegi (10 Ha) per surat dan berlokasi di Desa Hutaraja berrada jauh dengan Lokasi lahan yang saat ini berada di Kelurahan Muara Manompas. (Jerry).