Prihatin, Keluarga Ini Bertahun Hidup di Gubuk Tanpa Listrik di Kota Pandan Tapanuli Tengah

  • Whatsapp

TAPANULI TENGAH | Sinarlintasnews.com – Kesulitan ekonomi tidak hanya dirasakan masyarakat di pedalaman yang jauh dari kekuasaan, namun juga dirasaka dekat perkotaan. Seperti halnya keluarga Sukarman (52) Warga Kelurahan Sibuluan Nauli, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Uatara.

Pak Sukarman tinggal di gubuk yang sangat memprihatinkan bersam istrinya Unaizah Damanik (41) bersama empat orang anaknya.

Bacaan Lainnya

Kondisi keluarga ini sangat memprihatinkan, mereka tinggal di gubuk reyot berdindingkan terbuat dari anyaman bambu dan penuh lubang sangat tidak layak untuk dihuni.

Bahkan mirisnya lagi keluarga ini menumpang ditanah orang di tengah kebun karet (Rambung) dan sawah tanpa ada tetangga. Gubuk yang terbuat dari kayu berukuran 2×4 meter persegi itu tampak sudah ringkih. Dinding yang terbuat dari anyaman bambu dan penuh lubang itu juga tampak doyong ke belakang akibat tiang penyangga yang sudah lapuk.

Jika malam datang dan gelap mulai menyergap, hanya cahaya kecil dari sumbu lampu cempor yang menjadi sumber penerangan satu-satunya, tanpa penerangan listrik.

Kondisi Rumah temlat ringgal pak Sukarman bersama istri dan ke 4 anaknya

Gubuk tempatnya mereka bernaung dari panas terik dan hujan hanya terdapat tiga ruangan di dalamnya beralaskan tanah, satu kecil untuk tempat anak gadisnya yang sudah berusia 18 tahun dan satu ruangan berukuran sedang tempat tidur ketiga anak bersama di satu ruangan, dan ruangan lagi dijadikan ruang dapur.

Didalam ruangan juga hanya terdapat kasur lepek tanpa perabotan dan barang berharga lainnya, sedangkan untuk memasak hanya menggunakan tungku yang bahan bakarnya dari kayu.

Tak jarang rumah mereka juga sering kebanjiran karena kondisi dekat persawahan terlebih di musim hujan, selain kebanjiran, air hujan juga masuk kedalam rumah karena atap bocor dan dinding yang masih terbuat dari anyaman bambu.

Cerukan di samping rumah menjadi satu-satunya sumber air untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus. Tapi, kalau sudah hujan airnya jadi keruh, namun karena tidak ada lagi, mau tak mau harus dipergunakan.

“Kalau hujan kami sangat susah tidur pak, atap rumah kami bocor, apa lagi kalau banjir, air masuk kedalam rumah kami,” ujar ibu Unaizah Manik sambil menangis, Saptu (11/7/2020).

Unaizah sendiri kerja serabutan, sedangkan suaminya ikut orang melaut, terkadang suaminya pulang tidak membawa hasil apapun. Bahkan anaknya nomor dua yang baru saja tammat sekolah terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena biaya, mengingat anak gadisnya yang ingin kuliah, namun bingung karena ketiadaan ekonomi.

“Anak saya ini sudah mendaftar Kampus IAIN Padang Sidimpuan pak, Jurusan Perbankan Syariah Mandiri, sudah lulus, tapi harus ada uang Rp 2.225.000 yang harus dibayarkan tanggal 14 bulan Juli 2020 ini pak. Kami tidak tau harus mengambil uang dari mana pak supaya anak kami ini bisa kulia,” uajar Unaizah menangis tersedu-sedu.

Kalau gak ada uang itu tanggal 14 ini anak saya tidak masuk lagi pak, sementara dia ini sudah lulus, kami sangat berharap bantuan yang mau membantu anak kami ini, kami sangat memohon,” sambung Unaizah.

Namun Unaizah tak henti-hentinya berdoa agar senantiasa diberikan kesehatan dan rezeki, kendati, seuntai harapan selalu ada di dalam hatinya bahwa suatu saat nanti bisa pindah dan tinggal di rumah yang lebih layak, dan dekat dengan keluarga dan tetangga.

Dina Hayani yang sangat ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun terkendala dikarena ketiadaan biaya

Sementara itu, Dina Hayani sambil menangis berharap bantuan untuk biaya kuliahnya. Ia sangat ingin menjadi orang sukses untuk membantu orang tua dan adik-adiknya kelak.

“Saya sangat ingin sekali menjadi manusia yang berguna pak, saya sangat ingin berkuliah, sementara orang tua saya tidak mampu, saya hanya berharap bantuan orang-orang yang mau peduli dengan kami, maupun pemerintah,” kata Dina Hayani menangis sedih.

Unaizah Damanik bersama anaknya Dina Hayani dan Konsisi gubuk tempat mereka tinggal

Dina Hayani sangat berharap adanya uluran tangan yang dapat membantu biaya perkuliahannya yang hanya tinggal dua hari lagi. Karena jika dalam dua hari ini biaya masih belum ada, maka dirinya dinyatakan gugur dan tidak dapat berkuliah di kampus IAIN harapannya.(Jerry).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *