Sinarlintasnews.com | SIBOLGA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sibolga menyatakan bahwa Raja Bonaran Situmeang memenuhi unsur melakukan tindak pidana penipuan CPNS dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Syahrul Effendi Harahap, selaku JPU meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sibolga menjatuhkan hukuman pidana penjara untuk terdakwa 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan saksi-saksi di persidangan, bahwa terdakwa memenuhi unsur melakukan tindak pidana pencucian uang dalam penerimaan CPNS, sewaktu terdakwa menjabat Bupati Tapanuli Tengah,” kata JPU Syahrul Effendi Harahap, saat membacakan tuntutannya, dalam lanjutan sidang yang digelar, Senin (27/5), di PN Sibolga.
Tuntutan Jaksa yang juga menyebutkan bahwa tidak ada hal-hal yang dapat meringakan terdakwa, membuat Bonaran kecewa dan sedikit bereaksi. Usai persidangan.
Kepada awak media, mantan Bupati Tapanuli Tengah ini mengatakan jika Jaksa menuntut tidak berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan.
“Ini benar-benar aneh menurut saya. Jaksa itukan menuntut demi keadilan. Seharusnya dia menuntut berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan. Ini adalah dakwaan ditambah keterangan Yessi, Jossenter Sinambela dan Abdul Basir Situmeang. Ini tidak pas,” kata Bonaran.
Menurut Bonaran, tindak pidana yang didakwakan terhadap dirinya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, karena ia tidak ada hubungannya dengan kasus yang dipersangkakan.
Hal Tersebut diperkuat dengan fakta persidangan, dimana dari beberapa saksi dihadirkan tidak satupun keterangannya mengarah kepada dirinya. Salah satunya saksi Roland Pasaribu yang menyebutkan jika ianya tidak pernah berurusan dengan terdakwa. Sementara saksi Hernarice Hutagalung mengatakan bahwa terdakwa tidak pernah menandatangani tanda terima apapun dari dia.
Sementara keterangan Abdul Rahman Sibuea yang mengatakan bahwa dianya memberi uang kepada Joko, ajudan terdakwa semasa masih menjadi Bupati Tapteng, juga dibantah Joko. Anehnya, sambung Bonaran, tuntutan jaksa hanya merupakan pengulangan dakwaan. Padahal sebagaimana aturan pasal 184 KUHP menegaskan bahwa Jaksa tidak bisa terlepas dari fakta persidangan.
“Keterangan yang benar adalah keterangan yang diberikan saksi dihadapan persidangan, bukan yang dari penyidik. Jaksa dalam menyusun tuntutan tidak cermat. jaksa hanya menyadur dan mengcopy paste dakwaan. Saya harus bebas, karena tidak memiliki persoalan hukum dengan tuntutan tersebut,” ulang Bonaran.
Mantan pengacara Anggodo itu mengatakan JPU dalam penyampaian tuntutannya belum membuka fakta persidangan. Kalau itu terjadi, maka Bonaran yakin ia akan dituntut bebas.
“Saya harus bebas, nanti akan saya kasih tau sama anda, tunggu pembelaan saya. Saya tidak buka, ini rahasia saya. Apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” katanya.
Bonaran juga menyebut, dalam kasus dugaan pencucian uang dan penipuan CPNS 2014 Pemkab Tapteng yang menjeratnya ke meja persidangan, dirinya mengaku tidak memiliki hubungan hukum dalam persoalan yang ia hadapi.
“Saya tidak memiliki hubungan hukum dalam persoalan ini. Jadi kawan-kawan, nanti saya jelaskan apa yang dimaksud dengan TPPU. Kapankah TPPU itu berlaku? Apabila A B C D, tidak seenak perutnya. Oke?,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Bonaran Situmeang dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar, subside kurungan 1 tahun yang dibacakan oleh JPU di persidangan, kemarin.
Terkait kejadian ini, Bonaran menegaskan akan menyurati Presiden Joko Widodo, perihal sejauh mana revolusi mental yang selama 5 tahun belakangan ini didengungkan. Karena menurutnya, revolusi mental itu belum sepenuhnya sampai ke Tapanuli Tengah.
“Saya akan buat surat ke Presiden, kok mental APH begini. Revolusi mental itu tidak hanya di pusat, harus sampai ke Tapteng, harus sampai ke Polres Tapteng, harus sampai ke Kejari Sibolga,” tukasnya, sembari berjanji pada persidangan pembacaan pembelaanya, akan menjelaskan apa sebenarnya yang di maksud dengan TPPU. (red)
Simak Videonya di Bawah ini,
https://youtu.be/62bH3ScAmWY