JAKARTA – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan akan mengusut tuntas penyebab bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan pada 25 November 2025 lalu. Bencana tersebut menelan ratusan korban jiwa, ratusan orang dinyatakan hilang, serta menyebabkan ribuan warga kehilangan tempat tinggal.
Pernyataan tegas itu disampaikan langsung oleh Direktur D pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Dr. Sugeng Riyanta, SH, MH, kkepada Sinarlintasnews.com, Senin (15/12/2025).
Sugeng Riyanta yang juga mantan Penjabat Bupati Tapanuli Tengah menegaskan, Kejaksaan Agung tidak akan ragu menindak korporasi pembabat lahan secara ilegal yang diduga kuat menjadi pemicu utama bencana tersebut.
“Kita akan sikat korporasi yang melakukan pembabatan lahan secara ilegal di wilayah Kecamatan Suka Bangun dan Sibabangun. Hampir 200 hektare lahan dibabat, belum memiliki HGU, sudah main babat,” tegas Sugeng.
Menurutnya, perambahan hutan secara masif dan ilegal tersebut diduga kuat menjadi salah satu faktor utama terjadinya banjir bandang dan longsor di wilayah Tapanuli Tengah serta Kecamatan Garoga, Tapanuli Selatan.
Sugeng mengungkapkan, pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas perkara ini dari Bareskrim Polri. Sebagai Direktur D pada Jampidum, ia memastikan akan memimpin langsung supervisi penanganan perkara, guna menjamin proses hukum berjalan objektif dan keadilan bagi para korban dapat terwujud.
“Kami akan awasi dan supervisi langsung proses penanganannya. Ini menyangkut nyawa manusia dan kerusakan lingkungan yang sangat serius,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Tim Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Febrie Adriansyah, juga menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan mapping terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga menjadi penyebab bencana tersebut.
“Identitas sudah diketahui, lokasi sudah diketahui, dan gambaran perbuatan pidananya juga sudah jelas,” ungkap Febrie.
Ia menegaskan, penegakan hukum tidak hanya akan menyasar individu, tetapi juga korporasi sebagai subjek hukum yang dinilai bertanggung jawab. Selain proses pidana, Satgas PKH juga telah memutuskan akan menjatuhkan sanksi administratif, termasuk evaluasi dan pencabutan perizinan.
Tak hanya itu, Satgas PKH akan melakukan perhitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan dan membebankan kewajiban pemulihan lingkungan kepada pihak-pihak yang dimintai pertanggungjawaban atas bencana tersebut.
Langkah tegas Kejaksaan Agung dan Satgas PKH ini diharapkan menjadi pintu masuk penegakan hukum yang berkeadilan, sekaligus peringatan keras bagi pelaku perusakan hutan yang mengorbankan keselamatan rakyat dan lingkungan. (Jerry).






