Orang Tua Tidak Mampu, Dina Hayani Putri Tapanuli Tengah Butuh Bantuan Lanjutkan Pendidikan

  • Whatsapp

TAPANULI TENGAH | Sinarlintasnews.com – Dina Hayani (18) anak sulung dari pak Sukarman dan ibunya Unaizah (41) warga Kelurahan Sibuluan Nauli, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Uatara.

Dina Hayani lulus SMA sudah mendaftar dan lulus di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padangsidimpuan perbankan syariah.

Bacaan Lainnya

Namun harapan Dina Hayani serasa pupus dikarenakan faktor ekonomi, sedangkan kedua orang tuanya tidak mampu membiayai keperluannya. Belum lagi ke tiga saudaranya yang juga butuh biaya sekolah.

Sementara Dina Hayani haya punya waktu hingga tanggal 14 Julin 2020 sekitar dua hari kedepan dan harus menyediakan uang untuk biaya ke Kampus sekitar Rp 2.500.000, jika tanggal tersebut Dina belum menyerahkan uangnya maka akan dinyatakan gugur.

Hal tersebut membuat Dina Hayani hanya mampu menangis. Sementara orang tua tidak mampu.

Dengan waktu yangnsudah sangat singkat, Dina Hayani hanya berdoa dan pasrahkan diri kepada Tuhan, kendati berharap ada orang ataupun pemerintah yang mau membantunya agar dapat melanjutkan pendidikan.

“Saya sangat ingin sekali menjadi manusia yang berguna pak, saya sangat ingin melanjutkan pendidikan. Tapi harapan saya sudah di ujung tanduk, karena tanggal 14 Juli ini saya harus ada uang Rp 2.500.000, sementara orang tua saya tidak mampu,” ujar Dina Hayani sambil meneteskan air mata, Saptu (11/7/2020).

“Saya sangat berharap bantuan pak, saya sangat membutuhkan, saya ingin merubah nasib pak. Tapi apa daya, orang tua saya tidak mampu. Saya sangat berharap dapat melanjutkan pendidikan pak,” sambuh Dina penuh kesedihan.

Dina Hayani tinggal di Gubuk Reyot bersama orang tua

Kondisi kesehari-harian Dina Hayani memang sangat memprihatinkan. mereka hanya tinggal di gubuk reyot berdindingkan terbuat dari anyaman bambu dan penuh lubang berlantaikan tanah dan hanya memakai lampu cempor yang menjadi sumber penerangan satu-satunya, tanpa penerangan listrik, sungguh sangat tidak layak untuk dihuni.

Mirisnya lagi sudah tinggal di gubuk, sementara tanah masih menumpang ditanah orang di tengah kebun karet (Rambung) dan sawah tanpa ada tetangga dan kapan saja mereka bukan tidak mungkin akan di suruh pidah dari tanah yang mereka tumpang saat ini.

Dina Hayani bersama kedua orang tuanyandan ketiga orang saudaranya tinggal di Gubuk yang terbuat dari kayu berukuran 2×4 meter persegi itu tampak sudah ringkih dan doyong ke belakang akibat tiang penyangga yang sudah lapuk.

Didalam ruangan juga hanya terdapat kasur lepek tanpa perabotan dan barang berharga lainnya, sedangkan untuk memasak hanya menggunakan tungku yang bahan bakarnya dari kayu.

Tak jarang rumah mereka juga sering kebanjiran karena kondisi dekat persawahan terlebih di musim hujan, selain kebanjiran, air hujan juga masuk kedalam rumah karena atap bocor dan dinding yang masih terbuat dari anyaman bambu.

Dina Hayani yang sangat ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun terkendala dikarena ketiadaan biaya

Cerukan di samping rumah menjadi satu-satunya sumber air untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus. Tapi, kalau sudah hujan airnya jadi keruh, namun karena tidak ada lagi, mau tak mau harus dipergunakan.

“Kalau hujan kami sangat susah tidur pak, atap rumah kami bocor, apa lagi kalau banjir, air masuk kedalam rumah kami,” ujar Unaizah Manik ibu Dina Hayani menangis sedih.

Unaizah sendiri kerja serabutan, sedangkan suaminya ikut orang melaut, terkadang suaminya pulang tidak membawa hasil apapun. Bahkan anaknya nomor dua yang baru saja tammat sekolah terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena biaya, mengingat anak gadisnya yang ingin kuliah, namun bingung karena ketiadaan ekonomi.(Jerry).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *