Alasan Pengembang PLTA Dinilai Ngawur, Aktivis G-PAL Subulussalam Tetap Tolak Pembangunan

  • Whatsapp
Aktivis Gerakan Pecinta Alam Kota Subulussalam

Sinarlintasnews.com | Subulussalam – Gerakan Pecinta Alam (G-PAL) Kota Subulussalam nyatakan sikap tetap menolak Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 126 Megawatt (MW) di Desa Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Menurut sejumlah aktivis G-PAL paparan yang disampaikan oleh pihak Pengembanb PLTA PT. Atmo Daya Energi pada pertemuan di balai Walikota Subulussalam beberapa waktu dinilai tidak memiliki dasar positif bagi masyarakat sekitar khususnya.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA : Lagi-lagi, Gubernur Aceh Diminta Menolak Pembangunan PLTA di Sungai Lae Souraya

BACA JUGA : G-PAL Menolak Pembangunan PLTA di Lae Souraya

“Berbagai paparan yang diterangkan itu terkesan berupa bujuk rayu. Dari mana dasarnya pembangunan PLTA itu tidak merusak lingkungan, sudah jelas itu akan berdampak negatif bagi masyarakat dan hutan Lauser akan menjadi rusak,” kata Beni Fahrizal salah satu aktivis G-PAL, Minggu (25/8).

Beni menambahkan, meski pihak dari PLTA mencanangkan lapangan kerja dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun mereka tetap ngotot untuk menolak, sebab lokasi perencanaan pembangunan bendungan PLTA berada dalam zona inti Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang selama ini menjadi penyangga kehidupan masyarakat dalam bentuk manfaat ekologis seperti penyediaan air bersih serta pencegahan bencana banjir dan longsor.

BACA JUGA : pTolak Pembangunan PLTA, G-PAL Gelar Aksi Damai di kantor walikota Subulussalam

BACA JUGA : KOMPPAS Minta Plt Gubernur Aceh Tak Beri Izin Pembangunan PLTA Lae Souraya

“Kita bisa belajar dari masa lalu, banyak kesepakatan yang terjalin antar Perusahan kelapa sawit dengan Masyarakat namun apa yang terjadi minim realisasi bahkan sumbangan PAD juga tidak ada. Kita hanya mendapat kerusakan lingkungannya dan pekerjaan iming-iming saja. Maka dari itu kami G-PAL tetap menolak Rencana pembangunan PLTA tersebut dan berharap kepada pemerintah agar tidak mengeluarkan surat rekomendasi”tegasnya.

Dikatakannya, Bendungan tersbut nantinya juga akan menimbulkan genangan sehingga merendam pohon ribuan hektar, dihilir akan terjadi pendangkalan sungai akibat dimonopolinya debit air sehingga menyulitkan masyarakat mengangkut hasil panen dari kebun ke pasar.

Selain itu, Beni menambahkan dampak lain dari pembangunan PLTA tersebut akan mengakibatkan konflik satwa liar dengan masyarakat. Bahkan masyarakat yang mencari ikan juga akan menjadi kesulitan mendapatkan ikan, serta putusnya jalur transportasi air dari Singkil ke Muara Situlen karena ketidak stabilan air.

“Akan banyak dampak negatif yang timbul nantinya, belum lagi ketahanan bendungannya, jika suatu saat bendungannya jebol, sudah jelas akibatnya akan merenggut ribuan jiwa manusia, lalu siapa yang akan bertanggung jawab nantinya disitu. Kita juga harus mengkaji dampak buruknya, jangan hanya keuntungan saja,” kata Beni.

Menurutnya, pertemuan dalam pengkajian yang dibuka lanbsung oleh Walikota Subulussalam terkesan tidak berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

BACA JUGA LPHI Temukan Ratusan Batang Kayu Diduga Ilegal di Kilang Desa Pulau Kedep

BACA JUGA : Kayu “Ilegal Loging” Manager PT.ISP Mengaku Tidak Ketahui Kayu di Desa Pulau Kedep, Kapolres Aceh Singkil Diminta Turun Tangan

Seperti diketahui, sebelumnya juga puluhan orang yang tergabung dala Gerakan Pecinta Alam (G-PAL) Subulussalam melakukan aksi damai didepan kantor Walikota Subulussalam di Jalan Teuku Umar, Kecamatan Simpang Kiri, Senin (15/7/) lalu.

Dalam aksi damai tersebut, Walikota Subulussalam H.Affan Alfian Bintang, SE didesak untuk membatalkan perizinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) oleh konsorsium perusahaan PT. Adein-Hyudai 125 MW di sungai Lae Soraya.

Saat itu, Kordinator aksi Guli Maha yang juga Selaku Ketua aktivis Penggial G-PAL menyebutkan, dengan tegas menolak keras perencana pembangunan PLTA tersebut, sebab bendungan raksasa yang akan dibangun untuk pembangkit listrik ini akan dibangun di wilayah hutan lindung dan areal Kawasan Ekosistem Leuser.

Bahkan Guli juga menyebutkan, pihaknya akan kembali melakukan aksi yang lebih besar bila pemerintah tetap mengeluarkan ijin pembangunan. Karena pembangunan tersebut dinilai sangat berakibat fatal bagi masyarakat.

(Syah Budin Padan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *