Sinarlintasnews.com | Tapteng – Penangkapan yang dilakukan Satpol PP Tapteng terhadap sejumlah Wanita yang diduga pelayan dari beberapa warung tuak di Kecamatan Pandan menjadi pergunjingan di masyarakat, sebab mengakibatkan terjadinya penelantaran terhadap anak.
Menanggapi hal tersebut, Ketua LSM Pijar Keadilan Kabupaten Tapanuli Tengah Pris Walles Tambunan turut prihatin atas penderitaan yang dialami RD dan SW anak dari salah satu wanita yang ditangkap Satpol PP pada (20/8) lalu menjadi terlantar dan bahkan tidak memiliki tempat tinggal.
Menurut Walles, seharusnya penertiban atau penangkapan yang dilakukan oleh Pemkab Tapteng tersebut harus memberikan solusi jalan keluar sehingga tidak da yang ditelantarkan.
“Tangkap-tangkap, tapi dikasi solusinya, jangan setelah ditangkap dibebankan ke provinsi. Seharusnya pemerintah harus memikirkan warganya, wajib itu, kalau begini, akan terjadi busung lapar sama anak-anak pelayan warung tuak ini, karena mereka tidak makan. Alangkah lebih baik kalau mereka itu dibina diberikan modal usaha, jadi mereka bisa mengurus keluarganya,”kata Walles, Sabtu (24/8/2019).
Dikatakannya, selain menertibkan para pelayan warung tuak, lebih baik para koruptor yang harus di basmi terlebih dahulu, sebab sudah jelas menyengsarakan masyarakat, dengan mengkorupsikan uang negara. Yang kita butuhkan perubahan yang lebih baik, dengan menciptakan lapangan kerja, untuk mensejahterakan masyarakat.
“Seharusnya para koruptor itu dulu dibasmi, karena itu menyengsarangkan masyarakat, sebab itu uang negara, banyak yang kita duga saat itu terjadi. para koruptor inilah maunya dulu yang diurus. Dua tahun terakhir ini, Tapteng semakin terpuruk. seharusnya kesejahteraan masyarakat ditingkatkan, jangan hanya pelayan warung tuak aja yang diurusi,” jelas Walles.
Menurutnya, apa yang dialami RD dan SW menjadi PR besar bagi pemerintah, sebab akibat dari penangkapan ibu dari anak-anak tersebut, membuat kedua anak tersebut menjadi terlantar dan tidak bersekolah.
“Mau jadi apa Tapteng ini. Kalau sudah begini apa solusinya terhadap mereka, siapa yang mengurus mereka, biaya makan mereka darimana, semolah mereka bagaimana. Tanggungjawab donk,Kasihan anak-anak itu. Jangan nanti pelayan warung tuak ditangkapai, tapi para koruptor dibiarkan,” katanya.
Walles juga menuturkan, terkait pernyataan RD yang menyatakan, ibu bukan seorang pelayan namun ditangkap menjadi perhatian yang sangat miris yang harus ditelusuri kebenarannya, sehingga tidak menjadi Aib bagi keluarga terlebih kepada anak-anak yang menjadi malu dengan teman-teman mereka dilingkungan dan di sekolah.
“Ini menjadi pernyataan besar buat kita. Warung tuak itukan disamping rumahnya, lalu hanya karena kebetulan dia duduk di warung tuak yang kebetulan disamping rumahnya itu lantas dibilang pelayan. Kan sudah jelas apa yang dibilang RD, ibunya itu kerja rumah makan di Sidimpuan, hanya saja pada saat ditangkap itu ketepatan baru beberapa hari baru pulang mengantar belanja anaknya. Sudah jelas juga kan, KTP nya ada dan dia warga Tapteng ini. Kalau nggak ditangkapi aja semua yang duduk di warunglah,” ujar Walles.
Sebelumnya, dua orang kakak beradik RD (16) yang masih duduk di bangku kelas I di salah satu SMA di Tapteng dan adiknya SW (12) kelas VI SD mengukapkan, mereka saat ini menjadi terlantar pasca ibu mereka ditangkap Satpol PP Tapteng pada (20/8) lalu. mereka juga terpaksa meminta-minta makan kepada tetangga, bahkan mereka juga tidur dirumah tetangga. Karena rumah kontrakan yang mereka tinggal belum dibayar.
RD juga menegaskan kalau ibunya bukan pelayan. Sehaingga dirinya (RD,red) sangat merasa kecewa dan dirugikan oleh pihak Pemkab Tapteng, sebab akibatnya mereka menjadi terlantar dan malu dengan orang-orang disekitaran mereka dan juga menjadi tidak percaya diri lagi untuk melanjutkan sekolah mereka, karena mereka menjadi pembicaraan teman-teman mereka disekolah, yang disebut sebagai anak pelayan.
Sampai berita ini diterbitkan, RD mengatakan, sejak ibunya ditangkap tanggal (20/8) lalu, mereka makan dan tidur dirumah tetangga. (Red).