Sinarlintasnews.com | SIBOLGA – Raja Bonaran Situmeang melaporkan sebanyak 3 Majelis Hakim dan 1 Panitera pengganti Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana No : 51/Pid.B/2019/PN.Sbg kepada Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI dan kepada Ketua Komisi Yudisial (KY).
Adapun yang dilaporkan tersebut adalah Martua Sagala, SH, MH selaku Ketua Majelis Hakim yang mengadili, Obaja D.J.H Sitorus, SH dan Marollop W.P Bakkara, SH masing-masing Hakim anggota dan Punia Hutabarat, SH selaku Panitera pengganti.
Bonaran mengadukan Hakim dan Panitera tersebut berdasarkan hasil putusan yang ditetapkan sebagai terdakwa Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara denda 1 miliar Subsider 3 bulan kurungan, pada hari Senin tanggal 8 Juli 2019 lalu.
Menurut Bonaran, hasil putusan tersebut janggal dan tidak sesuai fakta yang terungkap di persidangan. Bahwa keputusan tersebut dikatakannya tidak didasarkan pada fakta hukum yang terungkap di persidangan karena banyak fakta-fakta hukum penting yang terungkap dipersidangan dihilangkan secara sengaja oleh majelis hakim yang mengadili perkara a quo.
“Ada beberapa fakta yang dihilangkan Hakim dalam putusan itu, tidak sesuai dengan fakta di persidangan, kita punya rekaman pernyataan saks-saski itu semua, makanya saya kaget dibacakan putusan, keterangan saksimitu sudah berubah,” ujar Bonaran Kamis (18/7/),usai melakukab register memomori bandinnya.
Dikatakannya, sedikitnya ada 5 keterangan saksi yang berubah dalam putusan persidangan, tidak sesuai dengan fakta kesaksian para saksi.
Salah satunya adalah keterangan Farida Hutagalung, dalam keterangan di hadapan pengadilan dibawah sumpah menerangkan benar tanggal 30 Januari 2014 saksi mengambil uang dari Bank Mandiri cabang Sibolga sebesar 120 juta dan setelah mengambil uang kemudian uang tersebut diserahkan kepada Mardi Gunawan.
Kemudian juga membenarkan pada tanggal 3 Februari 2014 saksi mengambil uang dari Bank Mandiri cabang Sibolga sebesar 500 juta dan setelah mengambil uang kemudian uang tersebut saksi serahkan kepada Mardi Gunawan.
Namun dalam putusan pengadilan, Keterangan tersebut hilang dan tertulis dengan modifikasi baru menjadi berbunyi : bahwa korologi pencarian uang sejumlah 120 adalah saksi bersama Joko Hadi Prayitno dan Mardi Gunawan pergi ke Bank Mandiri cabang Sibolga kemudian saksi memasukkan slip penarikan yang sudah diisi oleh Joko Hadi Prayitno dan Mardi Gunawan. setelah uang uang yang diterima, saksi kemudian uang tersebut diserahkan kepada Joko Hadi dan Mardi Gunawan.
Dengan perubahan Keterangan tersebut kata Terdakwa, Majelis Hakim ingin memaksakan kehendaknya bahwa uang yang 120 juta tersebut Joko Hadi Prayetno ikut menerima uang tersebut karena Joko Hadi Prayitno adalah ajudan terdakwa.
Maka dengan segala cara majelis hakim harus memaksakan bahwa Joko Hadi Prayitno ikut menerima uang tersebut, bahkan pada pertimbangan majelis hakim pada halaman 92 pada alinea ke-1 majelis hakim menyatakan Dalam pertimbangan hukumnya : Padahal sesuai fakta persidangan uang yang dikirim oleh saksi Heppy Rosnani Sinaga dan saksi Effendi Hutagalung ( putusan ini salah ketik karena seharusnya Marga dari Efendi adalah Marpaung) langsung dicairkan secara tunai pada tanggal yang sama oleh Farida Marpaung (lagi-lagi putusan salah ketik karena Marga dari Farida adalah Hutagalung) dan Joko Hadi Prayitno.
“Dalam pertimbangan ini majelis hakim menghilangkan sama sekali nama Mardi Gunawan, karena majelis hakim ingin memaksakan bahwa saya harus terkait dalam urusan pencairan uang itu. Oleh karena itu majelis hakim harus memaksakan bahwa pencairan hanya sampai ke Joko Hadi Prayitno yang merupakan ajudan saya, padahal saksi Farida Tagalung secara tegas menyatakan di hadapan persidangan bahwa uang tersebut diserahkan kepada Mardi Gunawan, jadi kolo sudah begitu kan seolah-olah saya menyuruh, karena dalam putusan hanya sampai nama Joko saja. Sebab saat itu Joko adalah ajudan saya,” katanya.
Demikian halnya tentang pencairan uang sebesar 500 juta, di dalam fakta persidangan di dalam keterangan saksi dinyatakan : Bahwa saksi tidak mengetahui apakah pernah dilakukan penarikan uang tunai sejumlah 500 juta, karena yang mengisi slip penarikan bukan saksi. Padahal di hadapan persidangan saksi Farida Hutagalung dengan tegas menyatakan pernah menarik uang tunai sebesar 500 juta tersebut diserahkan kepada Mardi Gunawan.
“Kami punya bukti rekamannya semua, untuk pembuktian kebenaran dari keterangan saksi Farida Hutagalung itu,” kata Bonaran.
Selain itu, Bonaran juga menjelaskan dirinya maupun Tim Penasihat Hukum sudah meragukan independensi majelis hakim yang mengadili perkara a quo.
Menurutnya keraguan tersebut didasari atas cara majelis hakim mengadili perkara aquo yang bertentangan dengan KUHAP khususnya dalam pemeriksaan saksi di mana menurut pasal 160 ayat 1b dinyatakan : yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi.
Akan tetapi, dalam perkara tersebut, korban yang menjadi saksi tersebut diperiksa pada hari terakhir pemeriksaan saksi yang ada dalam berkas baik terdakwa maupun tim secara berulang kali proses dan mengingatkan hal ini tetapi protes tersebut tidak dihiraukan sama sekali oleh majelis hakim maka terjadilah pemeriksaan yang kacau tidak ter kronologis
Selain itu, majelis hakim juga menerbitkan penetapan Untuk memindahkan terdakwa dari rutan Lapas kelas II A Sibolga ke Polres Tapteng dengan alasan bahwa bahwa terdakwa hendak diperiksa sebagai saksi di Polres Tapteng dan pemindahan atas terdakwa tersebut didasarkan pada pasal 19 ayat 8 PP 27 tahun 1983.
“Padahal isi pasal 19 ayat 8 PP 27 tahun 1983 adalah : dalam hal tertentu tahanan dapat diberi izin meninggalkan Rutan untuk sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas tahapan itu bahwa menurut penjelasan pasal 19 ayat 8 PP 27 tahun 1983 yang dimaksud dengan hal tertentu adalah apabila tahanan menderita sakit yang memerlukan perawatan dan atau pemeriksaan dokter di luar Rutan dan pulang ke rumahnya keluarganya karena keluarga sakit keras kematian anak istri orang tua dan sebagainya,” jelas Bonaran
Atas peristiwa tersebut lanjut Terdakwa, Tim penasehat hukum terdakwa telah menyurati Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI lewat surat tertanggal 15 April 2019 nomor : 17/Adv-MH/IV/2019 dan memohon kiranya majelis hakim yang mengadili perkara a quo diganti ternyata hingga perkara ini diputus pergantian majelis hakim tersebut tidak pernah terwujud.
“Apa yang mendorong majelis hakim melakukan penghilangan atas fakta tersebut perlu dilakukan penyelidikan pemeriksaan terhadap majelis hakim dan panitera pengganti dalam perkara aku dan jika ditemukan pelanggaran atau kejahatan supaya melakukan tindakan hukum yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tanya Bonaran
Menurutnya, mencermati putusan majelis hakim dalam perkara a quo dimana Dalam pertimbangan majelis hakim banyak ditemukan lahirnya keyakinan Hakim yang tidak didasarkan pada dua alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 183 KUHAP.
“Oleh karena itu untuk menghindari lahirnya keyakinan Hakim yang tidak didasarkan dengan dua alat bukti kami sarankan kiranya kepada seluruh hakim yang mengadili perkara ku perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kejiwaannya,” ujarnya.
Bonaran dan Tim penasehat hukumnya yakin perkara tersebut sarat dengan kepentingan politik.
“Hal ini sebagai dengan pendapat tim Komisi Yudisial yang datang Meliput persidangan tersebut bahwa dalam data yang diperoleh ada 4 perkara yang berbau politik yang ditangani oleh majelis hakim,” katanya
Adapun yang dimaksud dengan 4 perkara tersebut adalah3 perkara lainnya yang terdiri atas perkara
1.Perkara Pidana No : 311/Pid. B/ 2018 /PN.Sbg atas nama Tambak Arnold Simatupang dipidana penjara 3 tahun 6 bulan dan oleh Mahkamah Agung dihukum 2 tahun penjara
2. Perkara Pidana No : 312/Pid.sus/2018/PN.Sbg atas nama Edianto Simatupang dipidana dengan pidana 3 tahun penjara dan oleh pengadilan tinggi Medan diubah menjadi pidana 2 tahun 6 bulan penjara saat ini dalam proses kasasi.
3. Perkara Pidana No : 93/Pid.B/2019/PN.Sbg atas nama terdakwa Sukran Jamilan Tanjung dan saat ini dalam proses persidangan.
Dari beberapa perkara tersebut dikatakannya, masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah dan kota Sibolga sangat merindukan hadirnya sosok Hakim yang bersih transparan dan profesional di PN Sibolga seperti yang mulia Hakim Nugroho setiadji.
“Laporan pengaduan ini didasarkan pada bukti-bukti yang kuat. oleh karena itu dengan segala kerendahan hati saya mohon kiranya kedua badan Komisi Yudisial RI mereka dan melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim yang mengadili perkara aquo termaksud panitera pengganti,” pungkas Bonaran. (Red)